Kehidupan ini boleh jadi memang misteri, termasuk menyangkut hidayah di dalamnya. Jika doa Nabi Muhammad, seorang “Nabi Pamungkas” dan orang yang  paling dimuliakan Allah , tidak dikabulkan oleh Allah berkenaan permohonan hidayah kepada pamannya Abu Thalib. Lantas bagaimana memahami substansi hidayah?. Padahal, bukankah Abu Thalib adalah seorang yang berjasa besar dalam kehidupan di masa awal kerasulan Muhammad Saw di Makkah?

Sebaliknya, Umar bin Khatab yang sejak awal memusuhi Nabi Muhammad hingga akan membunuhnya, ternyata malah mendapatkan hidayah Allah. Bahkan, Umar bukan saja menjadi sahabat dekat dengan Rasulullah, tapi ia juga sekaligus menjadi mertua Nabi. Dan, Umar pun dijanjikan surga oleh Rasulullah karena keimanan dan ketaqwaannya.

Satu sisi, Abu Thalib adalah orang yang paling dekat dengan kehidupan Nabi, tetapi berakhir dengan kekafiran. Sebaliknya Umar adalah salah seorang tokoh yang antipasti dan memusuhi syi’ar agama Islam yang dilakukan Nabi, tetapi justru memeluk agama Islam. Keduanya, Abu Thalib dan Umar di nasehati maupun di doakan Nabi, mudah-mudahan mendapatkan hidayah Allah. Lebih khusus lagi, Rasulullah mendoakan kepada dua Umar, yaitu Umar bin Khatab dan Umar bin Hasyim yakni,” Ya Allah muliakanlah Islam dengan salah satu dari dua Umar, Umar bin Khatab atau Umar bin Hasyim(Abu Jahal).

Ternyata Allah memilih Umar bin Khatab bukan Umar bin Hasyim. Dengan demikian kehidupan Umar bin Khatab dan Umar bin Hasyim bertolak belakang 180 derajat, Umar bin Khatab dijanjikan SurgaNya, sedang Umar bin Hasyim dijanjikan NerakaNya. Jika Nabi saja tidak mampu memberikan hidayah, maka ini menginsyaratkan pentingnya pemahaman mengenai kewajiban bertauhid kepada Allah semata. Sebab posisi Nabi Muhammad Saw sebagai makhluk termulia dan yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah, ternyata tidak dapat memberi hidayah bagi siapa yang diinginkannya. Maka, tiada Sembahan yang haq melainkan Allah, yang memberi hidayah bagi siapa saja yang Dia kehendaki.

Bahwa kaum muslimin tidak boleh memintakan ampun untuk sanak saudaranya sekalian, jika mereka adalah orang yang musyrik . Begitu pula dengan Nabi Muhammad, ia tidak diperkenankan mendoakan atau memintakan ampunan kepada Abu Thalib. Demikianlah bahwa Nabi tidak bisa memberi hidayah kepada orang yang dikasihi sekalipun, sebab hanya Allah lah yang bisa memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendakiNya.

Pada peristiwa menjelang meninggalnya Abo Thalib, saat itu ada dua pengaruh besar bagi Abu Thalib, yakni kehadiran Nabi Muhammad dan dedengkot kaum Quraisy yakni Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Ummayah. Tentu, antara kubu Muhammad dengan Abu Jahal bermaksud berebut pengaruh kepada Abu Thalib. Dan, kenyataannya Abu Thalib lebih mendengarkan Abu Jahal ketimbang mendengar keponakannya sendiri, Nabi Muhammad Saw.

Ada isyarat yang mesti diperhatikan bagi kaum muslimin agar memperhatikan dalam memilih teman. Sebab, jika ada teman yang mengerti tentang Islam, tetapi menyimpan kebencian, bisa jadi menyeret akan kehancuran seperti apa yang terjadi pada Abu Thalib. Ia tak mampu mengelak ketika Abu Jahal dan Abu Ummayah mengatakan kepadanya,” Wahai Abu Thalib, tegakah engkau meninggalkan agama Abdul Muthalib?.

Meski demikian, Muhammad Saw sebagai Nabi dan Rasul telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Bahwa usahanya gagal, hal ini tidak menjadi soal, sebab yang dinilai Allah adalah usahanya, bukan hasilnya. Rasulullah telah menunjukkan kesungguhan dan usaha yang optimal dalam dakwahnya.

Dalam peristiwa ini pula, ada hikmah penting yaitu kaum muslimin tidak boleh terlalu mengagung-agungkan leluhur dan orang-orang terkemuka. Sebagaimana yang dialami Abu Thalib yang terlalu membesar-besarkan ayahnya, maka ia pun tak bisa mengelak ketika”disudutkan” oleh Abu Jahal dan Abu Ummayah. Keduanya mengatakan kepada Abu Thalib,”Tegakah engkau meninggalkan agama Abdul Muthalib?”

Duhai Allah, bukakanlah hati yang masih tertutup , cahaya hati yang masih gelap gulita, lapangkanlah hati yang sempit, sembuhkanlah hati yang berpenyakit, Hidupkanlah Ya Allah hati yang sudah mati, Engkau penggenggam lahir batin kami.