Tidak berkumpul rasa bertuhan dan rasa cinta dunia dalam fitrah manusia dalam waktu yang sama. Kalau datang satu, yang satunya akan lenyap. Sucinya fitrah ini karena adanya rasa bertuhan. Apabila fitrah telah dirusak oleh dunia, ia akan jauh dari Tuhan.

Jika seorang hamba setiap pagi dan sorenya, tidak ada lagi yang menjadi buah pikirannya selain Allah, maka niscaya Allah akan menanggung semua kebutuhannya dan memenuhi segala apa yang menjadi angan-angannya. Membersihkan hatinya sehingga dapat mencintaiNya.Membersihkan lidahnya sehingga dapat selalu berzikir padaNya, Membimbing jiwanya sehingga dapat senantiasa mentaatiNya.

Tapi jika setiap pagi dan sorenya yang menjadi buah pikirannya adalah keduniaan, maka Allah akan mengantarkan kesusahan, kedukaan dan kepelikan serta membebankan kepada dirinya. Sehingga hatinya menjadi sibuk dengan urusan – urusan tersebut dan sulitlah baginya untuk memperoleh kesempatan mencintai Allah karena terlalu banyak mencintai ciptaanNya. Lidahnya tidak sempat berzikir kepada Allah karena terlalu sibuk bekerja mati-matian untuk yang lain.

” Kita keluar dan berjalan, untuk memenuhi kebutuhan, sebenarnya kebutuhan orang yang hidup tidak pernah habis, matinya seseorang dengan berhentinya memenuhi kebutuhan, dan kebutuhannya masih tetap ada seperti dulu”.

Nafsu yang sifatnya jahat dan rakus itu, tidak pernah puas mengejar dan memburu dunia. Dia berebut-rebut menekan dan menindas untuk mendapatkan sebanyak mungkin dunia, dia tidak ubah seperti “Anjing yang merebut bangkai”. Hendak mendidik nafsu bukan mudah, nafsu tidak takut pada makhluk. Membuang rasa cinta dunia tidaklah mudah, karena rasa bertuhan tidak akan menyerap ke dalam hati yang ada penyakit hati. Rasa cinta pada Tuhan akan mendorong nafsu supaya tenang dan jinak, maka selamatlah kehidupan kita dunia akhirat.